leonews.co.id
Nusantara

Wagub Banten : Dana Perimbangan Belum Berpihak ke Daerah

Share this article

SERANG (leonews.co.id) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menilai, soal dana bagi  hasil pajak perusahaan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat dalam bentuk dana perimbangan  masih belum adil. Padahal potensi yang diambil oleh perusahaan yang terkena pajak dimaksud, berada di daerah.

Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumi, saat menerima kunjungan kerja Komite IV DPD-RI di Pendopo Gubernuran,  Kota Serang, Jum’at (26/4/2019). Kunjungan DPD-RI tersebut, dalam rangka melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di Provinsi Banten.

Hadir dalam kunjungan tersebut, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Basri Salama, Koordinator/Anggota Tuan Rumah Kunjungan Kerja Komite IV DPD RI Andiara Aprilia Hikmat dan sejumlah anggota DPD lainnya. Sementara, dari Pemprov Banten, selain Andika Hazrumi, hadir juga Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten Opar Sochari, Plt Badan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran Daerah (BPKAD) Dwi Sahara, Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adpem) Mahdani serta sejumlah pejabat lainnya.

Dalam pertemuan itu, Andika meminta Komite IV DPD RI dapat mendorong pemerintah pusat untuk mempertegas kebijakan baru yang tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.  “Ya…kami meminta kepada komite IV DPD-RI dapat memperjuangkan bagi hasil pajak dari perusahaan di daerah. Karena selama ini masih belum sesuai dan berkeadilan,” tutur Andika.

Menurut Andika yang juga mantan anggota Komite IV DPD-RI 2009 ini, harapan itu merupakan ujud semua Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia seiring dengan PP nomor 12 tahun 2019. Hal ini karena banyaknya perusahaan yang beroperasi di daerah namun memiliki kantor pusat di DKI Jakarta, sehingga membayar pajak di DKI Jakarta. Padahal katanya, sumber daya alam yang digunakan dalam operasional perusahaan diambil dari adaerah. Contohnya perusahaan yang ada di Provinsi Banten, namun memiliki kantor di DKI Jakarta.

Andika mengakui, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Banten masuk dalam peringkat lima besar se-Indonesia. Banten menargetkan 2017-2022 perolehan hingga Rp 5,444 triliun.

Perolehan terbesar didapat dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan bagi hasil pajak rokok. “ Kendati demikian, setelah terkumpul hasil yang diperoleh, di kembalikan lagi ke pemerintah kabupaten/kota,” kata Andika.

Harus diakui, lanjutnya, bahwa PP 12 tahun 2019 menjadi semacam cara negosiasi dalam penetapan APBD. Hal ini menjadi solusi permasalahan ketika DPRD belum juga menyetujui sementara waktunya mendesak, sehingga Pemda dibolehkan untuk mengambil langkah tindak lanjut seperti melalui Pergub.

Andika menyebutkan,  PP 12 ini juga memberikan kemudahan bagi daerah dalam pengelolan keuangan khususnya berkaitan dengan pelimpahan kewenangan SMA/SMK yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota menjadi milik Provinsi. Sehingga, dapat membantu UPTD di masing-masing kabupaten/kota untuk menjadi kuasa pengguna anggaran.

Berkaitan dengan kunjungan DPD-RI itu, Andika meminta kepada komite IV agar dapat menyuarakan anggaran pembangunan di Banten lebih besar lag. Hal ini, agar keberpihakan kepentingan pemerintah pusat untuk kepentingan daerah dan kepentingan masyarakat lebih tinggi.

Sementara Wakil Ketua Komite IV DPD RI Basri Salama mengatakan, jika dalam regulasi sebelumnya terdapat kewenangan yang biasa menjadi sumbatan antara Pemda dengan DPRD yang biasanya terjadi saat pembahasan KUA-PPAS. Dengan lahirnya PP 12 ini, sumbatan itu telah berubah menjadi solusi.

Selama ini menurutnya, banyak masukan dari Pemda di Indonesia yang mempersoalkan terlalu kuatnya kewenangan DPRD dalam pembahasan KUA PPAS. “Memang ada satu masalah yang membuat sumbatan terjadi misalnya DPRD selalu menganggap musrenbang hanya formalitas saja. Diharapkan, dengan lahirnya PP 12 ini jadi solusi menjawab pertentangan itu, karena dengan PP ini, tanpa tekanan dan tanpa persetujuan DPRD Pemda dapat mengambil keputusan,”ujar Basri

Tentang dana perimbangan dan transfer daerah, Basri mengakui hingga kini belum menemukan titik temu. Bahkan, ketika hal tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan, selalu tidak mencapai titik temu.

Untuk diketahui, Senin 17 Desember 2018, Gubernur Banten, Wahidin Halim, menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2019, kepada 43 kementerian dan lembaga (K/L) yang nilainya mencapai Rp10,434 triliun. Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuanga RI ( kemenkeu.go.id)  menyebutkan, Banten Terima Alokasi APBN 2019 Sebesar Rp27,496 Triliun.

Disebutkan, terdapat juga alokasi transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2019 sebesar Rp17,06 triliun yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Insentif Daerah dan Dana Desa.

Penyerahan DIPA tersebut, disaksikan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Banten Ino S Rawita, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah, Bupati Serang Rt. Tatu Chasanah, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Banten, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) Provinsi Banten. (Red 01)

 


Share this article

Related posts