leonews.co.id
Advertorial Berita Pilihan

Pj Gubernur Banten, Al Muktabar Optimis Bisa Tekan Stunting Sesuai Harapan Presiden

Pj Gubernur Banten, Al Muktabar
Share this article

SERANG (leonews.co.id) – Penjabat Gubernur Banten Banten Al Muktabar meyakini dapat mengendalikan angka prevalensi stunting sesuai harapan presiden Joko Widodo.

Dia menyebut, kekerdilan yang dialami anak usia bawah lima tahun (balita) serta masalah gizi buruk dapat teratasi hingga 14 persen hinga tahun 2024.

“Pengendalian itu sesuai harapan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Al Muktabar, kepada wartawan di Serang.

Berdasarkan data angka stunting di Provinsi Banten sampai Maret 2023 menurun hinga 20,1 persen.

“Dengan demikian, Pemprov Banten  memastikan target 14 persen penurunan stunting 2024 yang diharapkan Bapak Presiden bisa direalisasikan,” tuturnya.

Selain itu, kata Al Muktabar, pengendalian lainnya adalah soal, inflasi serta komitmen bangga buatan Indonesia dan bangga wisata Indonesia.

“Kita berharap ke depan pengendalian-pengendalian itu bisa bermuara pada kesejahteraan masyarakat Banten menjadi lebih baik,” tegasnya.

Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten juga mengoptimalkan pelayanan dasar, seperti sektor pendidikan dan kesehatan.

Peningkatan mutu dan kualitas pendidikan terus ditingkatkan, termasuk derajat kesehatan masyarakat untuk menyongsong Indonesia Emas tahun 2045.

Menurutnya, bila, pelayanan dasar itu terpenuhi dipastikan dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, sehingga dapat membebaskan stunting dan gizi buruk.

Ia juga mengatakan bahwa Pemprov Banten menggandeng berbagai kementerian, investor maupun perusahaan swasta untuk menyerap lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Sebab menurutnya, penyerapan lapangan pekerjaan diperlukan karena dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Disebutkannya, bahwa pihaknya sangat mengapresiasi terhadap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno

yang begitu komitmen membangun sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Banten

Bahkan disebutkannya, penyerapan lapangan pekerjaan cukup besar dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

“Kami meyakini lapangan pekerjaan itu bisa mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat,”tutur Al Muktabar.

Untuk diketahui, kemiskinan ekstrem (KE) yang dikenal dengan sebutan stunting merupakan permasalahan global.

Hal ini mendorong negara-negara didunia menyepakati komitmen pembangunan.

Tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGs) adalah dapat menghapus secara menyeluruh kemiskinan ekstrem di tahun 2030.

Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan ekstrem secara nasional terjadi sekitar 2,14 persen, kemudian mengalami penurunan menjadi 2,04 persen per Maret 2022.

Pemerintah berharap dapat menekan hingga kemiskinan ekstrem hingga 0 persen atau target moderat maksimal 1 persen di tahun 2024 sesuai Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Untuk diketahui, bahwa kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai kondisi kesejahteraan masyarakat sangat parah.

Garis kemiskinan ekstrem- setara dengan USD1.9 PPP (purchasing power parity).

Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan “absolute poverty measure” yang konsisten antarnegara dan antarwaktu.

Kemiskinan dianggap menjadi faktor penting penyebab terjadinya stunting pada balita.

Rumah tangga yang miskin tidak dapat memenuhi asupan gizi untuk anak nya, sehingga anak tersebut menjadi stunting. Dengan kondisi seperti itu, tumbuh kembang anak menjadi terhambat sehingga menghasilkan SDM yang tidak berkualitas.

Seperti itulah kira-kira gambaran mengenai stunting dan pusaran kemiskinan.

Permasalahan stunting di Indonesia mendapat perhatian khusus dari Presiden, sehingga diterbitkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Target yang ditetapkan pada tahun 2024, angka prevalensi stunting dapat diturunkan sampai dengan 14 persen.

Stunting menjadi fokus dalam percepatan penurunannya serta penanganan dari berbagai sektor karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, menurunnya perkembangan otak dan motorik, serta terhambatnya pertumbuhan mental.

Provinsi Banten termasuk lima besar daerah dengan angka stunting tertinggi se-Indonesia dan juga termasuk 12 daerah prioritas, menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2021.

Dalam survey itu, tidak ada satu pun kabupaten/kota yang prevalensinya dibawah 10 persen.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) disampaikan bahwa angka stunting di Banten 2022 turun sebesar 4,5 persen  (24,5 persen di tahun 2021 menjadi 20 persen di tahun 2022).

Namun, masih ada 5 kabupaten atau kota dengan prevalensi diatas angka rata-rata balita stunting di Banten.

Berdasarkan data SSGBI pada tahun 2021, angka stunting di Banten sebesar 24,5 persen, dimana tidak ada satu pun kabupaten/kota yang prevalensinya dibawah 10 persen.

Zona kuning ada di Kota Cilegon dan Kota Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang; sedangkan hijau ada di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang.

Daerah yang masuk zona merah sendiri adalah Kabupaten Pandeglang dengan prevalensi stunting 37,8 persen.

Pada tahun 2022 turun sebesar 4,5 persen yaitu menjadi 20 persen.

Namun, masih ada 5 kabupaten atau kota dengan prevalensi diatas angka rata-rata balita stunting di Banten.

Kabupaten Pandeglang merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di banten, mencapai 29,4 persen.

Angka tersebut menurun 8,4 persen  dari tahun sebelumnya yang sebesar 37,8 persen.

Lalu kabupaten Serang menempati peringkat kedua dengan prevalensi balita stunting sebanyak 26,4 persen.

Diikuti kabupaten Lebak sebesar 26,2 persen, lalu kota Serang 23,8 persen, dan Kabupaten Tangerang sebesar 21,1 persen.

Tiga kabupaten atau kota sisanya memiliki prevalensi dibawah angka rata-rata prevalensi balita stunting di Banten.

Kota Tangerang Selatan memiliki prevalensi balita stunting terendah di Banten, yakni hanya 9 persen.

Kemudian, kota Tangerang sebanyak 11,8 persen, dan kota Cilegon 19,1 persen.

Sebagai gambaran bahwa stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidak cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.

Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai.

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor penyebab stunting saling berhubungan satu dengan yang lainnya, seperti ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan sebagainya.

Sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukkan status gizi keluarga tersebut, termasuk mempengaruhi pertumbuhan anak. (ADV)

 


Share this article

Related posts