leonews.co.id
Berita Pilihan

Menjawab Tantangan Humas Kepolisian di Era Post Truth

Share this article

SERANG (leonews.co.id)  – Di era Post Truth selama beberapa tahun terakhir, menjadi konsekwensi yang tak dapat dihindari oleh pihak kepolisian. Khususnya Bidang humas, yang menjadi corong lembaga penegak hukum dan pengayom masyarakat ini.

Hal tersebut diakui Kepala Bidang Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga. “ Kondisi seperti ini membuat fungsi utama kepolisian semakin tinggi. Terutama bidang humas, yang menjadi alat suara kepolisian,” tuturnya, dalam siaran resmi yang diterima leonews.co.id, Rabu (22/09-2022).

Dalam siaran tersebut, Kepala Biro Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PID) – Divisi Humas Polri Brigjen Pol Moch. Hendra Suhartiyono, Post truth ini terjadi sebagai  imbas dari kemajuan teknologi informasi yang asimetris dengan kapasitas adaptasi pemerintah dan masyarakat.

Selain Post Truth, kata Hendra, mediamorfosis juga menjadi tantangan yang juga sulit dihindari. Lintasan informasi di media massa yang dapat diakses dalam satu genggaman, juga menjadi fenomena lain.

Dalam acara Bimbingan Teknis dan Uji Konsekuensi Informasi Publik yang diselenggarakan oleh Divhumas Polri di Aula Serbaguna,  Polda Banten itu,  Dia menyebutkan, di era seperti ini  banyak orang bisa memproduksi informasi dan membangun media sendiri (citizen journalist-Red).

Dia menyebutkan, kondisi seperti ini membuat masyarakat banjir informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga berdampak terjadinya perubahan perilaku di masyarakat.

Sementara itu, Gandung Ismanto, salah satu dosen FISIP UNTIRTA berpendapat, bahwa Fenomena post truth memang tidak bisa dihindari. Kendati demikian, hal ini  bukanlah sesuatu yang patut ditakuti atau disikapi secara berlebihan.

“Fenomena ini pada dasarnya merupakan implikasi dari sejumlah fenomena. Umpamanya kemajuan iptek yang menjadi drivers of changes yang mendorong terjadinya disrupsi,” kata anggota Associate professor di Program Studi Administrasi Publik ini.

Meski dengan post truth orang bisa membangun kebenarannya sendiri, membangun opini yang kemudian dipaksakan sebagai kebenaran. “Namun secara substantif kebenaran itu pernah dan tidak mungkin berubah,” tutur Gandung Ismanto.

Karenanya yang perlu dibangun dan diperkuat oleh institusi Kepolisian,  justru adalah kemampuan untuk membangun sistem pembuktian kebenaran hokum. Baik kebenaran formil maupun kebenaran materiil.

“Karena hanya dengan inilah maka sebenarnya kekhawatiran soal  efek negatif dari fenomena post truth itu dapat diatasi. Termasuk penguatan fungsi humas kepolisian yang harusnya lebih diarahkan pada diseminasi informasi yang tidak hanya factual, namun juga memuat narasi yang logis dan berkesesuaian dengan Nalar public. “Sehingga efek negatif dari post truth dapat ditangkal sejak dini oleh publik itu sendiri,” tegas Gandung.

Dengan demikian tuturnya, public trust yang tinggi terhadap institusi Kepolisian merupakan satu-satunya instrumen yang menentukan kepercayaan publik terhadap informasi yang dirilis oleh institusi Kepolisian.

Oleh karenanya pekerjaan membangun public Trust Inilah yang harus terus-menerus dilakukan oleh kepolisian untuk menangkal secara efektif efek negatif dari fenomena post truth di masa depan. (Red 01)

 

 


Share this article

Related posts