(leonews.co.id) – Namanya melesat dan di kenal hampir di seluruh daerah di tanah air. Dandanannya tidak formil, bahkan cendrung terlalu sederhana, hingga tak mengesankan sebagai pejabat negara.
Dia adalah Dedi Mulyadi atau KDM. Nama dan sosok ini selalu muncul dalam gengaman pemilik telpon seluler, baik disengaja atau tidak.
Kemunculannya dalam setiap konten yang dibuat, banyak kalangan yang menyanjung dan memberi respon positif.
Walau ada juga beberapa diantaranya yang masih nyinyir, dan tidak mendukung sama sekali aktifitasnya itu.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebutkan, kalau di Solo ada Mulyono, tapi di Jawa Barat ada Mulyadi.
Hal itu disampaikan Rocky, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang dipandu oleh Karni Ilyas, bertajuk “Dulu Mulyono, Kini Mulyadi” tayang pada Kamis 22 Mei 2025.
Menurut Rocky, Dia sebenarnya tak ingin bicara soal watak, strategi, atau kemampuan membangun opini publik dari Dedi Mulyadi.
Karena menurut Rocky, pada akhirnya pembandingnya cuma Mulyono.
“Jadi samar-samar saya mulai melihat bahwa yang berbahaya sebetulnya bukan Dedi Mulyadi ataupun Junto Mulyono, tetapi penontonnya,” kata pria yang sering menggunakan kalimat “Dungu” dalam berbagai diskusi ini.
Terlepas dari ada orang yang suka atau tidak terhadap Dedi Mulyadi, namun faktanya dia disukai hingga mendapat panggilan “Abah Aing”.
Sebutan ini, merupakan panggilan kehormatan yang biasa diperuntukan bagi seorang tokoh laki-laki bagi masyarakat Jawa Barat.
Abah artinya bapak. Sedangkan aing adalah saya. Bapak Aing, artinya Bapak Saya.
Jika tak ada aral melintang, Dedi Mulyadi akan menduduki posisi Gubernur Jawa Barat (Jabar) hingga 2029 dan terus menggegerkan dunia maya dengan aksi-aksi heroiknya.
Pada 100 hari pertama masa tugas Dedi Mulyadi, mantan bupati Purwakarta dua priode ini, telah berhasil memukau banyak pihak melalui platform media sosial yang dia miliki.
Kebiasaan bantu-bantu orang miskin dan sejumlah orang terlantar, termasuk menambah bantuan modal bagi pedagang kecil menjadi momen haru bagi berbagai kalangan di hampir seluruh daerah di tanah air.
Dedi Mulyadi juga berusaha melakukan pendekatan humanis kepada nenek-nenek dan kakek renta, yang berada di rumah-rumah reot lalu memberikan bantuan sejumlah uang.
Tidak jarang juga, dia melakukan bantuan perbaikan rumah-rumah warga yang dilihatnya yang nyaris rubuh dengan uang pribadi.
Anak-anak jalanan yang sedang mengamen, berdagang dan melakukan hal-hal lain di saat jam-jam sekolah ditanyai, “Mengapa nggak sekolah, dan seterusnya”.
Berbagai jawaban yang berkaitan dengan penyebab anak tersebut, tidak sekolah langsung dijawab oleh Dedi Mulyadi hari itu juga.
“Anak Jawa Barat harus sekolah. Tidak boleh ada yang tidak sekolah, apalagi dengan alasan tak memiliki biaya,” tegasnya.
Dedi Mulyadi, dilahirkan di sebuah kampung di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat pada 11 April 1991 dari pasangan Sahlin Ahmad Suryana dan Karsiti.
Ia menempuh pendidikan di SD Sukabakti, SMPN Kalijadi, dan SMA Negeri Purwadadi.
Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan di perguruan di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman, Purwakarta, Jawa Barat.
Selama kuliah, Dedi juga aktif di berbagai organisasi kampus dan non-kampus.
Di organisasi, Dedi menduduki posisi penting.
Diantaranya sebagai Ketua HMI Cabang Purwakarta, Senat mahasiswa STH Purnawarman, Purwakarta,
Di luar kampus Dedi Mulyadi juga menduduki posisi strategis, seperti Wakil Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), yang kemudian berlanjut sebagai Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Dalam perjalanannya, dia kemudian memasuki dunia politik.
Pada tahun 1998, ia dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Partai Golkar Kabupaten Purwakarta.
Pada tahun 2001 Partai ini, berhasil mengantarkannya untuk menduduki kursi anggota DPRD Purwakarta dan menjadi ketua Golkar Kabupaten Purwakarta.
Belum habis masa tugasnya di DPRD, dua tahun kemudian, Dedi Mulyadi mengikuti Pilkada menjadi wakil bupati berpasangan Lily Hambali.
Pasangan ini terpilih menjadi bupati-wakil bupati Purwakarta periode 2003-2008.
Pada Pilkada berikutnya, Dedi maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Dudung B. Supardi. Pasangan ini menang untuk periode 2008-2013.
Pada Pilkada 2013, Dedi Mulyadi berpasangan dengan Dadan Koswara untuk periode 2013-2018 dan kembali menang menjadi bupati Purwakarta.
Di pertengahan jalan yakni tahun 2016, Dedi terpilih sebagai Ketua Umum Golkar, Provinsi Jawa Barat untuk masa bakti 2016-2021.
Namun saat maju sebagai calon wakil gubernur dari Partai Golkar mendampingi Deddy Mizwar yang diusung oleh Partai Demokrat kalah di tahun 2018. (Wisnu)