SERANG (leonews.co.id) – Sepasang suami istri sama-sama terbaring sakit di Kampung Kalak, RT 01/03, Kelurahan Lebak Wangi, Kecamatan Walantaka, Kota serang, Provinsi Banten. Siistri diperkirakan berumur sekitar 65 tahun adalah warga asli kampong tersebut. Sementara suaminya diperkirakan berusia 70 tahun, adalah warga Jawa Timur, yang tak pernah pulang ke tanah kelahirannya sejak usianya masih muda belia.
Mereka berdua sebelumnya hidup berpasangan atas perjodohan seorang pemborong besar pada zamannya. Hasil perkawinan mereka, selanjutnya dikarunia empat orang anak, laki-laki dan perempuan.
Kesemuanya hidup sebagai buruh pabrik, dengan penghasilan pas-pasan bersama keluarga masing-masing. “Kami sudah coba membawanya ke rumah sakit dan berobat ke sejumlah tempat pengobatan tradisional. Tapi enggak sembuh juga,” kata salah seorang putranya, yang bekerja sebagai buruh pabrik.
Keterbatasan keuangan seluruh anak-anaknya menyebabkan, biaya pengobatan pasangan nenek dan kakek ini tak dilakukan secara maksimal.
Istrinya selain mengalami struk juga mengalami gangguan pencernaan dan sejumlah catatan medis. Badannya kurus dan mati sebelah.
Suaranya kadang terdengar parau, memanggil anaknya, atau siapa saja yang dia ingat, untuk meminta tolong menggotong ke kamar mandi saat ingin buang air besar mau-pun kecil.
Sudah sekitar enam bulan, Dia, terbaring lemah di dalam kamar. Di atas dipan tua, dialasi kasur kapuk yang sudah tipis, nenek ini menanti ajal menjemput.
Upaya untuk melakukan pengobatan secara medis, sepertinya tak lagi jadi harapannya. Betapa tidak, kondisi keuangan untuk biaya pengobatan sepertinya tidak mungkin didapat.
Suami yang saat masih muda, sebagai pekerja kuli bangunan tak menyisakan harta untuk dijual sebagai biaya pengobatan. Rumah tembok yang dindingnya sudah terkelupas di sana-sini dan genting yang sudah melorot serta bocor termakan usia, adalah pilihan terakhirnya untuk berteduh.
Rumah tua yang dibangun saat pasangan ini masih gagah pada sekitar tahun 1980an juga sudah pula digadaikan ke bank untuk biaya hidup hari-hari.
Beberapa hari lalu, suaminya menghembuskan napas terakhir, setelah mengalami sakit selama kurang lebih empat bulan. Sebelum ajal menjemputnya, Dia, mengeluhkan sejumlah rasa sakit dibagian perut.
Saat itu laki perantauan ini, dibaringkan oleh salah seorang putrinya yang sudah berkeluarga di salah satu kamar rumahnya. Rumah putrinya bersebelahan dengan rumahnya sendiri, yang di dalam salah satu kamar istrinya-pun juga sedang terbaring sakit.
Hari itu, masih pagi. Sekitar pukul delapan. Ketahanan tubuh laki-laki ini terus melemah dan innalilahi wa innalilahi rojiun. Dia telah berpulang menghadap Yang Maha Kuasa.
Kabar duka ini, disampaikan kepada siistri yang sedang terbaring sakit di sebelah kamar tidurnya. Siistri hanya mengusap kedua kelopak mata dan mulutnya berkomat-kamit entah apa yang dia baca.
Dalam kondisi seperti itu, tak ada satu-pun juga orang yang menawarkan istrinya untuk melihat suaminya untuk terakhir kali. Tidak ada juga yang berusaha menggotong istrinya untuk sekedar melihat sebelum jasad suaminya dimandikan dan saat itu masih diselimuti sehelai kain panjang.
Siistri yang lumpuh sebelah ini, juga tak dapat melihat iring-iringan jenazah suaminya mengantarkan ke liang lahat. Tragis, ini adalah peristiwa paling tragis yang pernah saya tau.
Andai saja kematian itu datang, terhadap pasangan yang masing-masing berjauhan tempat. Salah satu diantaranya berada di perantauan umpamanya. Mungkin saya tak mengatakan dalam tulisan ini sebagai sesuatu yang tragis.
Tapi mereka ini, hanya dipisahkan oleh tembok kamar yang bersebelahan, namun kejadiannya seperti ini.
Malam pertama hingga hari ke empat puluh setelah jenazah dikuburkan, acara tahlil diselenggarakan setiap malam. Suara gema pembacaan ayat suci terus dikumandangkan. Ucapan lailahaillallah, terus disuarakan oleh peserta tahlilan melalui pengeras suara secara bersamaan.
Suara puja-puji dan doa itu, tentu terdengar terus menerus oleh siistri yang terbaring sakit sepanjang malam. Namu dia,juga tak dapat melihat, siapa saja yang datang menghadiri tahlilan suaminya pada malam itu.
Yach..tak dapat melihat. Atau tak boleh melihat kondisi tersebut. Tapi siapa yang melarang melihat, tak ada orang mengakuinya. Semuanya tak mau dipersalahkan.
Kini tinggal siistri yang menanti ajal. Badannya yang kurus, saat ini terus melemah. Semoga ada keajaiban, untuk kesembuhannya. Amin