SERANG (leonews.co.id) – Atas pertimbangan kemanusiaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten hanya menutup 26 dari ratusan tambang emas illegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di wilayah Kabupaten Lebak. Dari jumlah itu, sebanyak 24 orang pekerja tambang emas (gurandil) diperiksa oleh pihak kepolisian, namun belum ditetapkan sebagai tersangka.Ilegal.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, mengatakan, sudah ada 4 orang gurandil yang diproses kepolisian karena aktivitas ilegalnya tersebut. “Meski begitu relatif sulit untuk menutup penambangan emas tanpa ijin tersebut, karena motif ekonomi, dimana setiap gurandil emas liar rata-rata bisa mendapat sebanyak 2-5 gram emas per hari, dengan kisaran harga emas Rp 300-400 ribu per gram,” katanya.
Tentang kerusakan hutan TNGHS Karena aktivitas maupun pembalakan liar di kawasan itu selama bertahun-tahun, katanya akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Nantinya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten akan memfasilitasi Hutan Rakyat seluas kurang lebih 25 Ha dan Kebun Bibit Desa untuk reboisasi,” kata Andika, usai memimimpin rapat kerja terkait upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-banjir bandang di Kabupaten Lebak, Senin (3/2).
Menurutnya, diperlukan pemutusan mata rantai kegiatan penambangan liar tersebut agar usaha illegal tak lagi berulang. Pemutusan mata rantai itu, diantaranya dengan mempersulit ketersediaan merkuri (air raksa) yang biasa digunakan penambang illegal untuk memurnikan emas.
Aktivitas penambangan emas ilegal dikawasan TNGHS seluas 178 heltare, Kabupaten Lebak, sudah berlangsung puluhan tahun. “Sudah sangat lama, Cuma persisnya saya lupa karena sejak saya masih muda,” ujar Yasmin (48) salah seorang warga.
Bahkan sumberlain menyebutkan, tambang Emas di wilayah Banten sudah ditambang sejak zaman Hindia Belanda, kemudian setelah kemerdekaan dilanjutkan oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara yang sekarang bernama PT. Aneka Tambang (Antam) di Cikotok, Kabupaten Lebak. Meskipun tambang emas Cikotok telah lama berakhir, namun di wilayah Cikotok dan sekitarnya masih terdapat beberapa perusahaan swasta dan pertambangan rakyat baik yang resmi maupun illegal yang melakukan penambangan emas.
Saat ini, aktivitas pekerjaan tambang dilakukan oleh orang pribadi tanpa izin dan menjadi rahasia umum. Mereka melakukan pekerjaan secara kelompok dan membuat lubang dalam bentuk horizontal di perut Gunung Salak hingga sejauh puluhan meter, guna mengais rizki (mencari emas).
Sejumlah sumber menyebutkan, entah berapa banyak korban yang tewas terkubur dalam lubang tambang, tanpa berhasil diselamatkan mayatnya keluar. Mereka terkubur dalam lubang di kedalaman puluhan meter karena dinding lubang yang mereka galih runtuh.
Dalam hal ini, terkadang tak satu orangpun yang berada di sekitar lokasi mengetahui berapa jumlah orang yang melakukan aktivitas penggalian tersebut setiap harinya. Namun sebagian orang yang berada di luar lubang tambang menyebutkan, jumlah mereka yang berada dalam ratusan lubang tersebut, tidak kurang dari sepuluh orang di setiap lubangnya.
Umumnya pekerja tambang merupakan warga pendatang, atau bukan warga setempat. Pada tahun 2015, sebanyak 12 orang penambang terkubur di area penambangan emas Lubang Kunti, Blog Longsoran, Gunung Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka yang tertimbun longsor adalah para penambang tanpa izin (Peti).
Peristiwa serupa kembali terjadi pada penghujung tahun 2016. Peristiwa susulan itu menewaskan 13 orang. Peristiwa memilukan itu terjadi di Blok Cikopo, TNGHS berlokasi Desa Citorek Timur Kecamatan Cibeber. Sedangkan, dua warga lainnya di Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng.
Sebenarnya terlalu banyak catatan, tentang dampak buruk yang diakibatkan tambang liar tersebut. Jauh sebelum peristiwa tadi, ada catatan yang lebih menilukan tentang terkuburnya pekerja tambang illegal di Kabupaten Lebak yang berjumah 197 orang pada tahun 2000an.
Kendati demikian pihak kepoisian daerah (polda) Banten menyebutkan, bahwa banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Kabupaten Lebak pada awal Januar 2020 lalu-bukan satu-satunya disebabkan oleh tambang emas illegal di TNGHS. “Banjir bandang ini bukan Peti penyebab utamanya, tapi memang kapasitas air yang sangat tinggi, hujan yang sangat gede, dari sumber, hulu sungai arah Bogor itu intensitas tinggi itu yang mengakibatkan bencana itu,” kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Edy Sumardi, dikutip dari liputan enam6.com. (Red 01)