leonews.co.id
Headline

Ketua DPR Ingatkan Pemerintah Agar Memberikan Santunan Keluarga KPPS

Share this article

JAKARTA (leonews.co.id)  –  Ketua DPR Bambang Soesatyo tidak saja mengaku prihatin atas gugurnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan sejumlah anggota polisi saat bertugas mengawal pelaksanaan Pemilu 2019, namun juga mendesak pemerintah memberikan santunan terhadap mereka. Anggota Fraksi Partai Golkar ini mengingatkan, agar pemerintah segera memberikan santunan kepada keluarga KPPS atau anggota Polri yang gugur saat melaksanakan tugasnya.

“Bahkan sejak awal sudah seharusnya nyawa dan kesehatan mereka diasuransikan. Sehingga kehadiran negara untuk memperhatikan para petugas KPU dan Polri yang gugur di medan juang Pemilu dirasakan oleh mereka dan keluarganya,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/4), dikutip dari merdeka.com.

Seperti dikutip dari merdeka.com, Bambang juga meminta pemerintah daerah membantu dengan memberikan pengobatan gratis kepada para petugas KPPS, Polri dan TNI yang sakit saat menjalankan tugas Pemilu. Sebab, saat ini puluhan petugas KPPS terpaksa dirawat akibat sakit saat menjalankan tugas.

Dia menilai petugas KPU di lapangan dari mulai tingkat KPPS, maupun anggota Polri dan TNI adalah para penjaga tegaknya tiang demokrasi. Sehingga perjuangan mereka tidak akan sia-sia.

“Saya sampaikan rasa belasungkawa sedalam-dalamnya kepada para korban serta keluarga yang ditinggalkan. Pengorbanan mereka dalam menegakkan demokrasi di Indonesia tidak akan sia-sia,” ungkapnya.

Bamsoet juga menilai perlu evaluasi dari penyelenggaraan Pemilu 2019. Mulai dari masa kampanye yang terlalu lama, sistem pemilihan yang rumit, serta tidak adanya asuransi yang melindungi petugas di lapangan.

“Berbagai catatan penting tersebut akan menjadi bahan masukan dalam rapat kerja DPR RI dengan KPU, TNI, Polri, maupun pihak pemerintah lainnya. Kita ingin agar penyelenggaraan Pemilu kedepannya berjalan lebih baik lagi, karena itu perbaikan sistem mutlak harus dilakukan. Pembenahan akan dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Terutama yang menyangkut keselamatan dan perlindungan petugas di lapangan,” ucapnya.

Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, 15 polisi meninggal dunia saat mengamankan Pemilu 2019. Sementara, data resmi KPU hingga 22 April 2019 menyebutkan, sudah ada 90 petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dunia dan 374 orang lainnya sakit. Pihak Bawaslu kehilangan 27 pengawas. Jumlah total yang gugur 132 orang. Mayoritas karena kelelahan.

Ketua KPU RI Arief Budiman menyatakan, data yang dikumpulkan pihaknya hingga Senin (22/4) pukul 15.00 WIB, tercatat 90 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia pada saat penyelenggaraan Pemilu 2019. Sementara 374 lainnya sakit.

Arief mengatakan, sebaran terjadinya musibah bagi KPPS itu terjadi di 19 provinsi. KPU akan bertemu Kemenkeu membahas detail dan regulasi besaran santunan yang akan diberikan.

“Kami akan mengusulkan dalam pembahasan itu pertama besaran santunan untuk meninggal kurang lebih Rp 30-36 juta. Untuk cacat santunan maksimal Rp 30 juta nanti tergantung pada jenis musibah. Yang luka kami mengusulkan maksimal Rp 16 juta,” kata Arief di kantor KPU RI, Senin (22/4).

Sementara itu, Komisioner KPU lainnya Ilham Saputra menambahkan, pihaknya sebenarnya sudah mengajukan asuransi untuk penyelenggara di lapangan, namun tidak diproses oleh Kementerian Keuangan. Sebagai solusi pihaknya akan meminta ke kesekjenan untuk merivisi anggaran-anggaran yang ada untuk sebagian dialokasikan ke KPPS yang meninggal.

“Yang meninggal dapat berapa juta, nanti kita akan sampaikan,” kata Ilham.

Ilham menambahkan, agar kejadian ini tidak kembali terulang di Pemilu mendatang, pihaknya akan segera evaluasi bersama DPR, pemerintah dan sejumlah tokoh-tokoh masyarakat sipil. Pihaknya menegaskan, yang terpenting saat ini adalah menyiapkan segera payung yang akan digunakan untuk untuk sistem Pemilu 2024 nanti.

“Kita bicarakan bagaimana sistem pemilu yang tepat, apakah menggunakan pola pemilu lokal dan pemilu nasional. Pemilu lokal misalnya, DPRD provinsi, kabupaten/kota dan pilkada. Pemilu nasional misalnya untuk DPD, DPR dan presiden. Ini nanti yang perlu dikaji,” kata dia (***)

 


Share this article

Related posts