SERANG (leonews.co.id) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengalami kesulitan keuangan, menyusul tersangkutnya dana kas daerah yang mencapai Rp1,9 triliun di Bank Banten mengalami kesulitan likuiditas. Kondisi ini terjadi setelah Gubernur Banten Wahidin Halim, menarik dana kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari Bank bekas Bank Pundi tersebut.
Mantan Walikota Tangerang itu, memutuskan Kas APBD dipindahkan ke Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Dia berpendapat, pengalihan kas daerah itu, sebagai upaya untuk menyelamatkan dana kas daerah yang disimpan di Bank Banten, karena gagal bayar.
Wahidin menjelaskan, Bank Banten gagal bayar saat Bendahara Umum Daerah (BUD) Banten memerintahkan agar segera menyalurkan dana bagi hasil pajak dan percepatan penyaluran dana jaring pengaman sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19 ke seluruh kabupaten/kota di Banten pada 17 April 2020 lalu. Namun, hingga 21 April 2020, menurut Wahidin, dana tidak kunjung disalurkan. “Artinya telah terjadi gagal bayar,” katanya.
Keputusan untuk memindahkan dana kas daerah tersebut diumumkan melalui Surat Keputusan Nomor 580/Kep.144-Huk/2020 yang ditandatangani pada 21 April 2020. Dalam surat tersebut juga tercantum informasi bahwa ada laporan dari Direktur PT Bank Pembangunan Daerah Banten yang menyatakan bahwa Bank Banten mengalami kesulitan likuiditas.
Wahidin menjelaskan, bahwa keputusan yang dilakukannya pada Bank Banten tersebut, sudah disampaikan ke berbagai pihak dan difasilitasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun persoalan menjadi tidak sederhana. Keputusan Wahidin mengalihkan dana kas daerah dari Bank Banten, ke Bank Jabar Banten (BJB) milik Pemprov Jabar Banten itu, telah membuat Pemprov Banten kesulitan keuangan. “Ada dananya, cuma masalahnya dananya tertahan, tidak liquid karena tidak ada dana sebesar itu (di Bank Banten-red),” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Rina Dewiyanti, saat ditanyai wartawan.
Karena kondisi itu, Pemprov Banten akhirnya menunda pembayaran tunjangan kinerja (tukin) para apratur sipil negara (ASN). Sedadangkan untuk membayar gaji, tetap dibayarkan tepat waktu.
Saat ini, Pemprov Banten hanya menunggu dana dari pemasukan pendapatan harian pajak daerah dan dana alokasi umum (DAU). “Ada juga sedikit-sedikit dari DAU (dana alokasi umum-red),” tutur Rina.
Rina menjelaskan, dana yang mengendap di Bank Banten tersebut, mencapai Rp1,9 triliun. Saat ini yang paling mendesak adalah pembayaran untuk penanganan Covid-19 seperti jaring pengaman sosial (JPS), keperluan kesehatan, hingga dana insentif bagi para tenaga kesehatan.
Sementara Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten Opar Sohari menjelaskan, pendapatan dari sektor pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 sejak Maret lalu. Dalam sehari, pajak daerah yang biasa diterima Rp 22 miliar sampai Rp 25 miliar turun drastis menjadi Rp 6 miliar. (Red 01)