leonews.co.id
Berita Pilihan

Birokrat Senior Berhadapan dengan Helldy, di Pilkada Cilegon

Share this article

KOTA CILEGON (leonews.co.id) – Pemilihan Kepala Daerah Tingkat II secara serentak di Provinsi Banten akan dilaksanakan di empat daerah,  masing-masing Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan,  23 Desember 2019 mendatang.  Berkaitan dengan hal tersebut, leonews.co.id, berkesempatan melakukan wawancara dengan salah seorang peserta calon Walikota Cilegon  H Helldy Agustian, tentang visi-misinya mencalonkan diri sebagai peserta kontestasi politik di wilayah kelahirannya itu.

Dalam kontestasi politik Kota Cilegon nanti, Helldy akan berhadapan dengan para senior birokrat Kota Cilegon yang tentunya tak bisa dianggap ringan–msing-masing Ratu Ati Marliati, Reno Yanuar, Awab dan Edi Ariadi.  Karena selain mereka memiliki pendukung fanatic, mereka tentu juga pasti memiliki pengalaman cara menghadapi lawan yang baru di bidang politik

Menurut Helldy, hasrat mencalonkan diri sebagai kandidat calon Walikota Cielgon bukan sebagai memenuhi keinginan menjadi kepala daerah semata– tapi juga ingin melakukan perbaikan kepada masyarakat di daerah kelahirannya. Angka pengangguran di Kota Cilegon yang tak pernah bergeser selama lima tahun terakhir sejak 2014 kata Helldy, adalah akibat pengelolaan yang salah dari kebijakan.

“Belum lagi soal layanan kesehatan dan pendidikan yang tak seimbang antara jumlah manusia yang membutuhkan dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Hal ini tentu berawal dari keberpihakan Kepala daerah dengan masyarakat,” kata pemilik Show room Toyota terbesar di Kota Cilegon itu.

Dia menyebutkan, Kota Cilegon merupakan salah satu kota di Propinsi Banten yang termasuk dalam Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II di Propinsi Banten setelah Kota Serang, Kabupaten Serang. Posisi geografis Kota Cilegon sangat strategis karena berada pada ujung Pula Jawa sehingga berperan sebagai wilayah penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Kota ini memiliki 43 kelurahan dan 8 kecamatan dengan jumlah penduduk Kota Cilegon tahun 2019 mencapai 431.305 jiwa, atau dengan jumlah penduduk paling sedikit disbanding dengan tujuh kabupaten kota lainnya di Propinsi Banten.

Menurut Helldy, Kota dengan sebutan Kota Baja ini, memiliki usia produktif dan angkatan kerja mencapai 63,56 persen dari jumlah penduduk. Namun demikian Kota Cilegon ternyata sebagai  salah satu penyumbang pengengguran terbesar di Provinsi Banten.

Ini menggambarkan, bahwa Kota Cilegon memiliki Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) selalu masuk di peringkat 3 terbawah di Provinsi Banten sejak tahun 2017-2019.  TPT Kota Cilegon selama tahun 2017-2019 selalu berada di atas TPT Provinsi Banten.

Kondisi yang sangat buruk dan tidak menguntungkan masyarakat ini perlu dibuatkan solusi. “Saya pikir program inovasi kepala daerah Kota Cilegon dimasa datang, harus berpihak kepada mereka yang menganggur –karena tak mendapat kesempatan bekerja akibat tak memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh lapangan kerja,” tuturnya.

Untuk mengatasi jumlah pengangguran tersebut, Helldy berjanji bila terpilih sebagai Walikota Cilegon pada Pilkada serentak tahun ini pihaknya akan membuat program “Rumah Siap Kerja” yang diperuntukan bagi seluruh lulusan SMA sederajat terutama SMK dan Madrasah Aliyah (MA. “Rumah Siap Kerja” ini, akan memberikan pelatihan kepada mereka, sampai betul-betul memiliki keterampilan dalam dunia kerja tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun,” tegas nya.

Seluruh biaya yang dikeluarkan dalam masa pelatihan di rumah siap kerja itu, lanjut Helldy, menjadi beban pemerintah daerah karena bekerja sama dengan kalangan pengusaha melalui program CSR. “Semuanya kan harus dicarikan solusi dan harus ada perubahan menjadi lebih baik,” tegasnya.

Dia mencontohkan, Angka Partisipasi Murni di Kota Cilegon tahun ajaran 2017/2018 untuk jenjang pendidikan SD/sederajat mencapai 96,4 persen dan SMP/sederajat mencapai 72,0 persen.

Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Cilegon jenjang pendidikan SMP/sederajat sebesar 72,0 persen lebih rendah dari pada APM Provinsi Banten sebesar 75,3 persen dan semakin jauh standar APM Nasional sebesar 77,0  persen.

Hal ini menurutnya, akses pendidikan jenjang pendidikan SMP/sederajat di Kota Cilegon masih jauh dari standar nasional. “Relevan dengan tingginya TPT Kota Cilegon dari lulusan SD/MI karena diduga APM SMP/sederajat rendah akibatnya berkontribusi pada tingginya angka pengangguran di Kota Cilegon,” katanya.

Misi pembangunan Kota Cilegon menjadi kota industri, perdagangan dan jasa maka sektor perdagangan, industri dan jasa seharusnya lanjut Helldy, mampu menyerap tenaga kerja dominan. “Namun faktanya TPT Kota Cilegon yang tinggi berbanding terbalik dengan statistik Upah Minimum Kota Cilegon di tahun 2019 yang mendapatkan predikat UMK tertinggi di kabupaten/kota di Propinsi Banten yang telah mencapai 3,91 juta rupiah,” tuturnya.

Hal lain yang berkaitan dengan peningkatan tentang layanan kesehatan dan pendidikan. Helldy menyebutkan, perlunya ditambah  jumlah sekolah-sekolah di semua tingkatan dari mulai  SD, SMP hingga tingkat SMA.

Hal ini katanya, karena jumlah sekolah di  semua tingkatan di wilayah Kota Cilegon, masih belum sebanding dengan jumlah populasi penduduk. “Dalam berbagai hal itu, prlunya kehadiran pemerintah untuk melakukan penanganan yang serius secara menyeluruh dan terpadu–agar persoalan satu tidak merambat ke persoalan lain. Umpamanya tentang kualitas pendidikan yang selanjutnya berdampak dengan terciptanya lapangan kerja, atau siap menjadi pekerja,” tegasnya.

Karena kata Helldy, bidang pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintah daerah yang bersifat wajib dan pelayanan dasar. Pemerintah Kota Cilegon masih memiliki persoalan dalam dunia pendidikan. Selain kualitas hasil didik, jumlah ruang kelas yang sangat terbatas dan kesejahtraan para guru pendidik, terutama mereka yang juru didk yang honorer.

Kualifikasi pendidikan dan sertifikasi guru menentukan kualitas pengajaran dalam proses belajar dan mengajar 9 tahun. Guru di Kota Cilegon untuk jenjang pendidikan 9 tahun  masih ada yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan minimal D4/S1 yaitu persentasenya mencapai 11,1 persen secara keseluruhan.

Guru yang telah tersertifikasi SD dan SMP/sederajat rata-rata mencapai 55,25 persen. Sedangkan guru yang belum tersertifikasi SD dan SMP/sederajat jumlahnya mencapai 44,75 persen secara keseluruhan.  “Keberadaan guru kompeten dan profesional secara merata sangat penting untuk pemerataan pendidikan wajib belajar 9 tahun karena penerimaan jenjang pendidikan SMP dilakukan secara zonasi,” katanya.

Dalam dunia kesehatan tutur Helldy, perlu dilakukan perbaikan di semua sector pelayanan. Capaian Kota Cilegon untuk bidang kesehatan tercermin dari Angka Harapan Hidup (AHH) sejak lima tahun terakhir (tahun 2014-2018).

AHH Kota Cilegon mencapai 66 tahun 4 bulan pada tahun 2018. Berdasarkan data AHH Provinsi Banten diketahui AHH Kota Cilegon menempati ranking ke-3 terendah di Provinsi Banten, yaitu 65,85 tahun (2014), 66,15 tahun (2015), 66,24 tahun (2016), 66,32 tahun (2017) dan 66,43 tahun (2018).

Helldy menyebutkan, perbaikan capaian bidang kesehatan harus ditingkatkan melalui pemahaman masyarakat terhadap diri dan lingkungan.  Penduduk Kota Cilegon yang mempunyai keluhan kesehatan semakin meningkat setiap tahunnya.

Keluhan kesehatan penduduk dari tahun 2014-2018 meningkat rata hamper dua kali lipat selama empat tahun terakhir. Pada 2014 jumlahnya mencapai 17,68 persen dan meningkat 31,79 persen di tahun 2018.

“Dan ini merupakan persoalan serius, yang juga harus dicarikan solusi oleh pemimpin daerah yang memiliki inovasi, agar pelayanan kesehatan di Kota Cilegon berpihak kepada harapan hidup masyarakat,” tutr Helldy.

Diperoleh data, bahwa Kota Cilegon sebagai fungsi utama yang menjalankan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki fasilitas kesehatan meliputi 3 Rumah Sakit Umum, 2 Rumah Sakit Khusus, 8 unit puskesmas dan 67 klinik/balai kesehatan di tahun 2018. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat mensyaratkan puskesmas keliling sebagai jaringan pelayanan dari wilayah kerja puskesmas kecamatan.

Namun faktanya, data BPS tidak menunjukkan keberadaan Puskesmas Keliling. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon dengan tipe B kategori baik untuk pelayanan kesehatan untuk penyakit spesialis. Hanya saja banyak keluhan di media sosial bahwa jumlah dokter spesialis/sub spesialis RSUD Cilegon masih terbatas.

Belum lagi tentang ifrastruktur dan transportasi. Sebagai  daerah transit/perlintasan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera membuat mobilitas orang dan barang sangat tinggi.

Infrastruktur jalan menjadi penting untuk transportasi darat penghubung kendaraan yang mau ke wilayah Jawa dan Sumatera yang juga harus menjadi perhatian. Kota Cilegon belum memiliki shelter-shelter bus atau kendaraan transportasi daerah yang terintegrasi dengan transportasi massal yang terhubung dengan kota-kota besar lainnya atau lintas Provinsi Banten.

Helldy menyebutkan, salah satu yang tidak nyaman dalam bertransportasi di wilayah Kota Cilegon yang perlu penanganan, yaitu tentang sulitnya akses ke luar kota Cilegon karena kendaraan bus-bus besar yang tidak melintas masuk jalan perkotaan, akibatnya biaya transportasi semakin tinggi.

Itu merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat yang perlu diperbaiki dan menjadi perhatian pemimpin Kota Cilegon untuk masa bak 2019-2024.  (Red 01/Wisnu)

 


Share this article

Related posts