SERANG (leonews.co.id) – Ada guncangan bumi bernama gempa, berkekuatan 7,4 magnitudo di Banten atau setidaknya lebih tinggi dari gempa yang pernah terjadi di Aceh (6,8 SR) dan Donggala Sulawesi Utara beberapa tahun lalu yang menewaskan banyak korban jiwa. Getarnya dirasakan hingga Jakarta dan Provinsi Bengkulu.
Peristiwa seperti ini, ibarat mata rantai yang saling kait. Setelah bencana alam berupa banjir di suatu daerah, disusul lagi guncangan gempa dan disertai tsunami di daerah lainnya di Indonesia.
Hampir seluruh peristiwa alam itu, menelan korban jiwa dengan jumlah yang tidak sedikit. Belum hilang dari ingatan peristiwa tsunami yang melanda kawasan perairan Banten dan Lampung korbannya mencapai 600an jiwa, ini belum termasuk yang mengalami luka-luka dan hilang.
Trauma belum berhenti, tiba-tiba datang lagi gempa Selatan Bali berkekuatan M=6,0 terjadi pada 16 Juli 2019. Gempa ini merupakan bagian dari rangkaian gempa Bali akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia di zona Benioff bagian atas.
Gempa ini merusak dua gedung sekolah di Jembrana, satu rumah roboh dan satu rumah rusak di Buleleng, Kantor DPRD Gianyar, Pura Lokanatha Lumintang di Denpasar dan kerusakan beberapa gedung sekolah, hotel serta fasilitas umum.
Mata rantai peristiwa alam berupa gempa dan berpotensi tsunami yang menakutkan itu, minggu lalu, Sabtu 2 Agustus 2019 pukul 19.15 WIB, terjadi lagi di Banten bagian Selatan, tepatnya di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Peristiwa terjadi sesaat setelah sejumlah umat muslim pulang dari surau dan masjid usai melaksanakan sholat isya,. Tiba-tiba bumi yang dipijak terasa berguncang.
Sebagian besar penduduk termasuk mereka yang berada dalam gedung lari tunggang langgang mencari jalan ke luar untuk menyelamatkan diri. Bersamaan dengan itu, di beberapa tempat sejumlah rumah dan fasilitas umum serta tempat ibadah roboh.
Titik gempa berada pada 147 kilo meter arah Barat Daya dari Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Umumnya warga di wilayah yang bertetangga dengan kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung ini, merupakan nelayan serta bertani.
Pada peristiwa tsunami Desember 2018 tahun lalu, daerah ini termasuk yang terbanyak menelan korban jiwa selain dari kawasan Tanjung Lesung dan Panimbang di kabupaten yang sama. Kecamatan Sumur ini, terbagi atas tujuh Kepala Kelurahan/Desa masing-masing Ujung Jaya, Taman Jaya, Cogorondong, Tunggal Jaya, Kerta Mukti, Kerta Jaya, dan Desa Sumber Jaya.
Pada saat gempa itu terjadi, sebagian besar warga berada di dalam rumah. “Saya langsung keluar, saya liat warga lain juga sudah banyak yang keluar sambil berteriak ada gempa, ada gempa…” kata Haryono, salah seorang warga Desa Kerta Mukti.
Diceritakannya saat itu, warga sangat panik. Ibu-ibu ada yang menggendong anak sambil menuntun anaknya yang lain ke luar rumah, namun tak tau hendak pergi ke mana. “Saya melihat, beberapa rumah ambruk,” tuturnya.
Setelah itu, suasana gelap gulita. Aliran listrik padam, yang terdengar hanya suara orang menangis dan suara takbir “Allah Huakbar” dari mereka yang berada di gelapnya malam.
Wakapolda Banten Brigjen Pol Drs Tomex Korniawan menjelaskan, ada sekitar 109 rumah rusak akibat gempa itu. Kerusakan bangunan terjadi pada wilayah Lebak sebanyak 23 rumah dan wilayah pandeglang sebanyak 86 rumah.
Dia juga menyampaikan bahwa ada satu orang meninggal dunia namun bukan disebabkan tertimpa bangunan rumah. Tetapi, disebabkan oleh Kaget dan sakit Jantung. “Masyarakat diminta tetap tenang dan tak terpancing isu yang menyesatkan,” katanya.
Sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pandeglang mencatat, terdapat 30 bangunan rusak di 10 wilayah kecamatan dan 16 desa. Kerusakan bangunan rumah penduduk terbanyak, berada di Kecamatan Mandalawangi yakni hingga 19 rumah, namun tak ada korban jiwa, kecuali luka-luka.
Sementara Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku, akibat gempa tersebut sebanyak warga telah mengungsi dari tujuh kecamatan di wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. “Mereka mengungsi ketempat-tempat zona aman yang sudah ditentukan oleh pemerintah,” tuturnya.
Gempa itu, telah pula membuat kepanikan warga di berbagai daerah lain. Di Jakarta umpanya, akibat gempa, penonton pagelaran Cabaret Ivan Gunawan di Ciputra Artpreneur, Lotte Shopping Avenue, sangat panik dan berhamburan berusaha ke luar dari gedung.
Setidaknya ada ratusan orang berkumpul di luar lobby mall, setelah berhasil turun dari ketinggian setiap lantai gedung. “Saya saat itu berada di lantai 11, meliput acara konser Ivan Gunawan,” kata Intan Widiasih, seorang wartawati Akurat.co dalam pesan singkat melalui Whats App (WA) yang diterima leonews.co.id, beberapa saat setelah peristiwa.
Dia menceritakan, kepanikan membuat seluruh orang dalam gedung tersebut berhamburan mencari pintu keluar. Pintu lift dan tangga darurat menjadi pilihan terakhir wanita dan pria di dalam gedung itu untuk menyelamatkan diri sambil berdesakan.
Dia menyebutkan sangat merasakan getaran dari gempa tersebut. “Berasa banget. Lantainya goyang. Terus ada suara alarm gedung gitu, saya kira suara bass (ari acara,” tuturnya.
Sepuluh menit setelah gempa, bagian informasi gedung menyampaikan agar seluruh pengunjung mall tidak panik.
Suara takbir dan menyebut nama Tuhan, “Allah Huakbar” juga terdengar bergemuruh di setiap seluruh rekaman video dishare oleh warga ke media social seperti Facebook (FB), Instagram (IG), Whats App (WA) dan chanel you tube yang diunggah seadanya, namun tanpa rekayasa. “Tuhan punya banyak cara untuk, mengingatkan kita,” tulis Zulkaidah, dalam status unggahan Facebook beberapa saat setelah peristiwa itu.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sempat memberikan peringatan dini, bahwa gempa tersebut, berpotensi tsunami. Tidak hanya itu, BMKG juga menyampaikan “Siaga dan Waspada” untuk wilayah-wilayah Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan Provinsi Bengkulu.
Di Kota Teluk Betung, Provinsi Lampung kepanikan juga terjadi. Ratusan warga terdiri dari anak-anak, perempuan dan lansia berkumpul di areal kantor gubernur yang berada di ketinggian permukaan laut. (Red 01)