SERANG (leonews.co.id) – Upaya Walikota Tangerang Arief R Wismansyah, yang dinilai menghambat pemberian Izin pendirian Gedung Politeknik Badan Pembangunan Sumber Daya Manusia (BPSDM), termasuk memboikot berbagai layanan public milik Kemenkumham, tak didukung bahkan dipersalahkan oleh Pemerintah Pusat dan Gubernur Banten.
Kasus yang berujung dilaporkannya Walikota Tangerang Arief R Wismansyah ke polisi itu, sepertinya akan berbuntut panjang. Pihak Kemenkumham meyakini bahwa Walikota Tangerang Arief R Wismansyah terancam menjadi tersangka tiga soal pelanggaran hokum termasuk penyerobotan tanah.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Banten Imam Suyudi mengatakan, ada tiga pasal yang diduga dilanggar wali kota Tangerang selaku kepala daerah. “Kalau membangun bangunan di tanah orang belum ada izin persetujuan dari pemilik tanah itu namanya apa?” kata Imam, seprti yang dilansir Tempo Rabu, 17 Juli 2019.
Imam menjelaskan pembangunan tanpa izin itu melanggar pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana penyerobotan tanah. Dalam pasal itu ancaman pidana paling lama empat tahun.
Pasal lain yang diduga dilanggar adalah pasal 421 KUHP yang mengatur penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat. Ancaman hukumannya dua tahun penjara. “Karena sudah dilaporkan polisi, dan ini adalah delik umum bukan delik aduan jadi proses hukum pasti jalan terus,”kata Imam.
Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, menilai tindakan yang dilakukan oleh Walikota Tangerang Arief R Wismansyah tersebut, merupakan perbuatan emosional dan tidak etis. “ Apalagi keputusan emosi dari Wali Kota tersebut, menjadikan terganggunya layanan public seharusnya tidak boleh mengganggu pelayanan publik yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat,” kata Tjahjo di Jakarta, kemarin.
Menurut Tjahyo, seharusnya kepala daerah tidak memotong kegiatan kementerian dan mencederai pelayanan public. Peran kepala daerah seharusnya dapat membangun komunikasi yang baik dengan para menteri.
Dalam menyelesaikan kasus ini, Tjahyo meminta Gubernur Banten Wahidin Halim, sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah, untuk memanggil Arief. “Saya minta pak Gubernur untuk melakukan klarifikasi dulu,” kata mantan sekjen PDIP itu.
Kemendagri meminta Pemprov Banten, katanya, agar melakukan pembinaan terhadap Pemkot Tangerang dan menyelesaikan permasalahan perbedaan pendapat dengan lebih bijaksana.
Di tempat berbeda, Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan siap dan akan melaksanakan perintah Mendagri. “Sesuai perintah Mendagri siap, akan saya laksanakan,” ujar Gubernur kepada wartawan, Rabu (17/7/2019).
Menurutnya, perselisihan antara Walikota Tangerang dan Menkumham seyogyanya tidak terjadi lantaran kedua belah pihak merupakan sektor yang saling melayani masyarakat. “Berpemerintahan harus arif dan bijak. Masa sesama lembaga pemerintahan saling lapor,” ucapnya
Wahidin Halim mengatakan, menjalani roda pemerintahan juga harus sesuai etika. Karena konsekuensi pemerintahan harus ada dan hadir untuk rakyat. Hal ini, sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Selain soal etika, ujar Gubernur, pemerintahan juga harus menyesuaikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya di lain pihak, dalam situasi semacam ini, rakyat jangan sampai dirugikan akibat perseteruan antara pemerintah dengan pemerintah.
Arief membalas sindiran itu dengan menghentikan tiga layanan publik di kompleks kemenkumham di Tangerang. Selain memutus sambungan penerangan jalan umum (PJU), Arief juga menghentikan pengangkutan sampah dan tidak memperbaiki drainase di 50 RT 12 RW di 5 kelurahan di Kecamatan Tangerang di komplek Pengayoman, Kehakiman dan Kemenkumham. (Red 01)