JAKARTA (leonews.co.id) – Wilayah Provinsi Banten diusulkan sebagai tempat dipindahkannya Ibukota Negara Republik Indonesia (RI) dari DKI Jakarta. Daerah lain yang masuk dalam usulan pengganti DKI Jakarta sebagai Ibukota pemindahan tersebut, diantaranya Jonggol di Jawa Barat, Palangkaraya di Kalimantan dan Mamuju di Sulawesi.
Rapat terbatas (Ratas) membahas soal pemindahan Ibukota RI, di Istana Negara yang dipimpin oleh presiden Joko Widodo itu, dihadiri oleh Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, Senin (29/4/2019). Wilayah Banten yang diusulkan, yakni Kecamatan Maja, di Kabupaten Lebak.
“Meskipun Banten yakni Kecamatan Maja, Lebak masuk dalam kandidat wilayah di Indonesia yang akan dijadikan Ibukota Negara, namun hal tersebut masih dalam pembahasan dan pertimbangan Presiden,”tutur Andika.
Menurutnya, Presiden RI Joko Widodo, saat memimpin Ratas mengatakan, daerah pemindahan ke tempat yang baru wilayah itu harus mampu memikul beban Ibu Kota Indonesia dimasa depan. “Bapak presiden didampingi Wakil Presiden Bapak RI Jusuf Kalla,” tuturnya.
Menurut Andika, Presiden mengungkapkan sejumlah pertimbangan apakah kedepan DKI Jakarta mampu untuk terus memikul beban Ibu Kota Negara yang menjadi pusat Pemerintahan dan layanan Publik, sekaligus sebagai pusat bisnis dan Industri.
Andika menjelaskan, rencana ini masih dalam tahap pembahasan. Selain Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumi, hadir juga dalam Ratas itu, Gubernur Jawa Barat, Gubernur DKI Jakarta, Walikota Tangerang Selatan, Walikota Tangerang, Walikota Depok dan Walikota Bogor.
“Ini baru tahap awal, nanti ada Ratas selanjutnya untuk menentukan (ibu kota). Jadi kita belum dapat arahan, tadi hanya baru pertimbangan-pertimbangan baik itu wilayah di pulau jawa atau di luar pulau jawa,” kata Andika.
Arahan dari Pak Presiden, lanjut Andika lagi, memang melihat dari penyebaran penduduk. Dari Pemprov Banten mengusulkan di wilayah Maja, Lebak. Tapi memang atas dasar data yang dimiliki Pak Presiden bahwa kepadatan penduduk di pulau Jawa ini sudah sampai 55 persen, pulau Sumatera 15 persen, pulau Kalimantan 6 persen dan pulau Sulawesi 7 persen.
Mantan anggota Komite IV DPD-RI ini menuturkan, bahwa Presiden Joko Widodo hingga saat ini masih melakukan pertimbangan-pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak para ahli, seperti ketersediaan lahan, fasilitas penunjang, SDM dan juga anggaran.
“Jadi atas pertimbangan itu juga bagaimana Pak Presiden melihat bahwa fasilitas dari pemindahan ibu kota tersebut harus menunjang dari ketersediaan fasilitas, baik itu infrastruktur, penunjang masyarakat dan juga ketersediaan tanahnya,” tutur Wagub
Disebutkannya, bahwa dalam ratas tersebut, Presiden mengatakan bahwa Pemerintah harus bergerak cepat mengantisipasi hal tersebut, pasalnya agar Indonesia memiliki taring dimata dunia dan menjadi negara yang maju, maka diperlukan Ibu Kota yang memiliki daya saing.
“Pertanyaan pertama, terutama yang harus dijawab apakah di masa yang akan datang, DKI Jakarta sebagai ibu Kota Negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik, sekaligus pusat bisnis?,” ujar Presiden.
Presiden memberi contoh beberapa negara telah melalukan langkah antisipasi tersebut. Menurutnya, beberapa negara sudah mengantisipasi perkembangan negaranya di masa yang akan datang dengan memindahkan pusat pemerintahnya.
Daerah yang sudah memindahkan Ibukota negaranya, antara lain Malaysia, Korea Selatan, Brasil, Kazakhtan. “Kita ingin, kita berpikir visioner untuk kemajuan negara ini,” lanjutnya.
Disebutkan Andika, bahwa presiden memberikan sedikit sinyal bahwa Ibu Kota Negara akan dipindahkan keluar Pulau Jawa atau lebih tepatnya di Kalimantan. Beberapa pertimbangan tersebut berdasarkan populasi di Pulau Jawa sudah terlampau jauh, dimana hampir 56 persen penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Padahal jika dilihat dari luas wilayahnya sangat kecil apabila di Bandingkan dengan pulau besar seperti Kalimantan.
Sementara itu, populasi di Kalimantan terhitung masih sangat kecil yaitu hanya berada di angka 6 persen. “Di Kalimantan 6 persen. Pertanyaannya, apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57 persen. Ada yang 6 persen, 7 persen, dan 3 persen,” ungkapnya
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memproyeksi pemindagan ibu kota dari Jakarta ke kota lain setidaknya membutuhkan dana sebesar US$23-33 miliar atau setara Rp323 triliun-Rp466 triliun. Kebutuhan dana ini lebih tinggi dibandingkan pemindahan ibu kota yang pernah dilakukan oleh negara-negara lain.
Hal tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya adalah pada sekenario pertama ibu kota baru membutuhkan 40 ribu hektare (ha) lahan untuk menampung penduduk di ibu kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Jumlah penduduk itu akan terdiri dari para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta para anggota keluarga dan pelaku ekonomi pendukung. Estimasinya, pemerintah membutuhkan sekitar 5 persen dari total lahan, pelaku ekonomi 15 persen, infrastruktur 20 persen, pemukiman 40 persen, dan ruang terbuka hijau 20 persen.
Skenario kedua, pemerintah tetap membangun infrastruktur dan gedung baru, namun jumlah ASN yang bakal dipindahkan tidak mencapai 100 persen. Artinya, akan ada rekrutmen di calon ibu kota baru.
Estimasinya, jumlah ASN yang dipindahkan hanya sekitar 111 ribu orang dan pelaku ekonomi yang akan ikut berpindah sekitar 184 ribu orang. Dari jumlah tersebut, estimasinya total penduduk sekitar 870 ribu orang.
“Dari skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau US$33 miliar. Skenario kedua lebih keci karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp323 triliun atau US$23 miliar,” tuturnya.
Dia, menegaskan bahwa biaya perpindahan Ibu Kota Indonesia lebih besar dari negara lainnya, karena faktor pemindahan ibu kota di Indonesia baru akan dilakukan pada tahun modern seperti saat ini. Hal ini membuat nilai kebutuhan meningkat dibandingkan negara lain yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya. (Red 01/Kominfo)