JAKARTA (leonews.co.id) – Sebanyak 90 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dalam status menjalankan tugas pada Pemilu 2019, yang diselenggarakan sejak 17 April 2019 lalu. Selain jumlah itu, sebanyak 374 petugas KPPS lainnya mengalami sakit di berbagai daerah.
Ketua KPU, Arief Budiman menuturkan petugas KPPS yang meninggal dan sakit tersebut tersebar di 19 provinsi. Diduga petugas KPPS yang meninggal dan sakit itu karena kelelehan usai bertugas mengawal penghitungan hingga rekapitulasi suara.
Dikutip dari tribunnews.com, yang mewawancarai komisioner KPU Purwakarta, Sabtu (20/4) Ramlan Maulana untuk memberikan gambaran umum seberat apa beban kerja petugas KPPS. Di Purwakarta, dua petugas PPS di daerah itu juga terdapat petugas KPPS meninggal dunia.
Ramlan mengatakan, tugas dan beban kerja petugas KPPS di Pemilu 2019 yang mengagendakan pemilihan presiden, DPRD kota, kabupaten dan provinsi lalu pemilihan DPR dan DPD RI ini lebih berat dibanding Pemilu 2014 yang hanya memilih anggota DPR RI, DPRD kota, kabupaten, provinsi dan DPD RI saja dan untuk Pilpres 2014, digelar usai Pemili Legislatif.
“Petugas KPPS bekerja hampir seminggu sebelum hari HA dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. Lalu, 3 hari sebelum hari H, harus mendistribusikan surat C 6 yang berisi panggilan memilih. Mereka menyalin nama pemilih di DPT ke C6 secara manual,”ujar Ramlan.
Mereka juga belum akan merasa tenang jika logistik pemilu belum sampai ke tangan mereka. Misalnya, tentang logistik kotak suara hingga surat suara itu sendiri. Tidak jarang, proses persiapan itu sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran. Belum rehat sejenak, pada hari H, 17 April, mereka sudah membuat TPS dan jam 06.00 mulai bertugas kemudian pukul 07.00 hingga pukul 13.00, mereka melayani proses pemungutan suara.
Tidak hanya itu katanya, belum lagi pada pelaksanaannya, mereka menemukan sejumlah kendala. Seperti melayani daftar pemilih tambahan (DPTb) atau pemilih pindahan hingga daftar pemilih khusus (DPK), syukur-syukur juga DPTb dan DPK ini syarat administrasinya lengkap, jika tidak menimbukan dilema baru.
Ramlan, juga menjelaskan, usai tujuh jam melayani pemungutan suara, bukannya istirahat layaknya pekerja kantoran. Para petugas PPS ini langsung menggelar penghitungan suara manual, menghitung satu persatu surat suara di lima kotak suara yang terdiri dari kotak suara pilpres, pemilihan anggota DPD dan DPR RI, DPRD kota, kabupaten dan provinsi yang jumlahnya mencapai ribuan.
“Kalau satu kotak suara ada 250 DPT, maka jika lima kotak suara sudah ada 1.250 surat suara. Dan itu dibuka, dicek tanda coblosan dan dihitung satu persatu. Anda bisa bayangkan jika dalam satu TPS, DPT-nya lebih dari 250,” ujarnya.
Syukur-syukur jika penghitungannya sesuai. Tidak jarang, usai dihitung, jika misalnya surat suara ada 250 setelah dihitung, tidak jarang bertambah atau bahkan berkurang. Konsekuensiny harus dihitung ulang.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-118/MK.02.2016 tentang Penetapan Standar Biaya Honorarium Tahapan Pemilu, upah untuk Ketua KPPS sebesar Rp 550 ribu dan anggota Rp 500 ribu. (Red 01/***)